Menahan perihnya duka, satu persatu mereka maju. Siang itu di bulan Juli yang panas. Seorang istri –Sandra—berusia 56 tahun, 9 orang anak, 52 cucu dan dan 6 orang cicit. Berdiri mematung di muka 2500-an hadirin yang datang membawa takzim, siang itu mereka melepas seorang pria tua-botak yang terbaring diam seolah sedang lelap tertidur.
Ribuan hadirin yang memenuhi aula bermaksud memberi penghormatan terakhir kepada lelaki yang tercatat sebagai 25 orang paling berpengaruh di Amerika, seorang pembicara publik terkemuka, seorang penulis yang bukunya “The Seven Habits of Highly Effective People” masuk dalam daftar 25 buku paling berpengaruh sepanjang sejarah bisnis versi majalah Time.
Sedangkan Sandra bersama anak, cucu dan cicitnya melepas seorang Suami, Ayah, Kakek dan Kakek Buyut yang sangat mereka cintai. Pria penyayang keluarga yang disebut oleh anak lelaki tertuanya, –Stephen MR Covey — dengan kalimat yang tercekat; “as good as he was in public, he was even better in private as a husband and father”.
Untuk lusinan anak-beranak itu, Stephen R Covey adalah pria rumahan, family-man, yang jauh dari kesan seorang selebriti dunia pengembangan diri. Meski kerap bekeliling dunia memenuhi undangan sebagai pembicara dari berbagai pemimpin politik maupun bisnis, Stephen Covey lebih suka menghabiskan waktu bersama keluarganya. Piknik dan liburan keluarga, menghadiri ulang tahun atau pertemuan keluarga, menemani anak-anaknya bermain atau berolah raga, mengajari anak-anaknya berburu dan memanah, adalah sejumput kegembiraan yang tak lekang dari ingatan anak-cucunya tentang Ayah dan Kakek mereka.
Dr. Covey – begitu dia biasa di sapa— yang berpenampilan seperti Kapten Picard di film Star Trek dengan tatapan mata tajam dan kepala gundul, bahkan tak canggung membiarkan anak-anak dan cucunya memainkan kepalanya yang licin itu.
“Dad was so good at making each of us feel special”, menimpali anak lelakinya yang lain, Sean. Angin musim panas di negara bagian Utah seolah tak mampu mengeringkan hatinya yang sembab oleh air mata.
Stephen MR Covey dan Sean Covey, adalah dua orang anak Dr. Covey yang mengikuti jejak karir sang ayah; menyelesaikan MBA dari Harvard University, menulis buku-buku laris, dan menjadi pembicara publik terkemuka. Sean Covey bahkan kini mengendalikan firma pengembangan SDM global yang didirikan ayahnya –FranklinCovey—yang terdaftar di New York Stock Exchange. Benar kata pepatah, apel jatuh tak jauh dari pohonnya jua.
Seolah mampu membaca takdirnya sendiri, Dr. Covey pergi dengan sebuah skenario yang nyaris mirip dengan video The 80th Birthday, yang dibuatnya jauh sebelum hari kematiannya. Ini adalah sebuah video menyentuh yang ditampilkan pada sesi pelatihan “The Seven Habits of Highly Effective People”, pada saat berbicara kebiasaan kedua; begin with end in mind (mulai dari tujuan akhir).
Dikisahkan dalam video itu, sanak saudara berkumpul dalam sebuah acara memperingati ulang tahun ke 80 seorang tua di ujung meja. Mereka satu per satu diminta berbicara, memberikan kesan dan pesan terhadap si empunya hajat yang hanya menyimak dalam diam. Anak, cucu, karib-kerabat itu mengenang semua kebaikan dan kontribusi sang orang tua dan mengungkapkan betapa beruntungnya mereka menjadi bagian yang sangat dekat dari kehidupannya yang panjang (Preview-nya disini: http://www.youtube.com/watch?v=1z7iHB24Oqg)
Video itu sendiri sesungguhnya menggarisbawahi soal warisan (legacy) apa yang ingin anda tinggalkan sebagai manusia. Anda ingin diingat sebagai apa oleh orang lain pada akhirnya. Membayangkan apa yang ingin orang lain kenang tentang anda pada saat usia anda 80 tahun (rentang usia maksimal manusia, perumpaan sopan dari akhir hayat), adalah salah satu cara untuk memompa efektifitas hidup anda.
Ketika berpulang, Dr.Covey hanya kurang 3 bulan dari usia 80 tahun. Dia memang tidak duduk di ujung meja mendengarkan anak, cucu dan karib-kerabatnya berebut memberi selamat dan sambutan di pesta ulang tahun. Tetapi, siang di bulan Juli itu, anak-cucunya bersaksi di hadapan jenazah yang terbaring diam, bahwa Dr. Covey adalah anugerah terindah dalam hidup mereka.
“Not only was he a great talker, but he was a great listener — and a person who was willing to apologize, repent and make restitution when possible”, tambah Stephen MR Covey lagi. “He had complete integrity. There was no gap between what he said and what he did.”
Ribuan yang hadir di aula itu –dan jutaan lain yang tak sempat hadir di seluruh dunia—hanya bisa mengenang semua yang ditulis dan diajarkan Dr. Covey. Tentang pentingnya lebih banyak mendengar dengan empatik, tentang menjadi pro-aktif, tentang integritas yang wajib bagi seorang pemimpin, tentang ajaran-ajaran luhur serupa sabda Sang Nabi, yang kadang dipandang terlampau naif untuk dunia yang pejal dan dungu ini.
Rupanya jauh sebelum mengajarkannya, Dr. Covey mempraktekannya dengan konsisten terhadap orang-orang terdekatnya.
**************
Hidup Dr. Covey adalah hidup seorang guru yang sesungguhnya, yang bisa di gugu dan di tiru.
Pernah berkarir sebagai dosen di Brigham Young University, Utah, USA tapi kemudian ditinggalkannya dan membangun sendiri perusahaan konsultannya, Covey Leadership Center yang kemudian merger dengan FranklinQuest menjadi FranklinCovey. Di lembaganya dia tetap menulis dan mengajar, menjangkau lebih banyak audiens daripada sekedar di ruang-ruang kelas universitas.
Namanya mendunia setelah menulis “The Seven Habits of Highly Effective People”. Buku itu terbit pada tahun 1989, dan sampai sekarang masih menjadi buku rujukan utama pengembangan SDM di banyak organisasi, baik bisnis maupun non-bisnis di seluruh dunia.
Buku itu adalah intisari utama dari riset panjang dan mendalamnya tentang hal-hal apa yang membedakan kesuksesan (Dr. Covey lebih suka menyebutnya keefektifan) seseorang. Mengapa ada sebagian orang yang sangat sukses dalam hidupnya sementara di sisi lain sangat banyak manusia yang terhempas dan jatuh ke jurang kegagalan.
Dr. Covey kemudian memeriksa ribuan naskah, baik buku, artikel, jurnal dan publikasi lain yang berbicara mengenai kesuksesan dan kejatuhan manusia selama kurun waktu 200 tahun (sejak Amerika merdeka di tahun 1776 sampai tahun 1976). Hasil ketekunannya mengurut, mengurai, mencatat dan menyimpulkan itulah yang kemudian terbit sebagai buku fenomenal itu.
Intisari buku itu di picu oleh sebuah pernyataan yang ditulis oleh Victor Frankl (seorang psikolog behavioralis sekaligus tawanan Nazi yang selamat dari kamp kematian dalam perang dunia II) dalam bukunya “Man Search for Meaning”. Disitu Frankl menceritakan kisah kelamnya berada di kamp konsentrasi Nazi dan pada akhirnya bisa keluar dengan selamat.
Frankl menulis sebagai berikut;
“Between what happens to us and our response is a space. In that space lies our power and our freedom to choose our response. And in those choices lie our growth and our happiness” (diantara apa yang terjadi terhadap kita dan respon yang kita berikan terhadap kejadian itu terdapat sebuah ruang. Dalam ruang itu terletak kekuatan dan kebebasan kita untuk memilih respon. Dan dalam pilihan-pilihan tersebut, terletak pertumbuhan dan kebahagiaan kita)
Pernyataan itu sangat mempengaruhi Covey muda dalam melihat segala sesuatu berkenaan dengan kesuksesan. Baginya inilah fondasi utama sebuah kerja menuju sukses atau efektif. Sebuah hukum tak terbantah bahwa your life is the result of your own decisions not your conditions.
Itulah hukum besi kehidupan yang kemudian diletakannya sebagai kebiasaan pertama dari tujuh kebiasaan efektif.
Jika berbicara tentang kebiasaan-kebiasaan efektif itu, matanya tajam berbinar-binar. Dengan suara serak-serak bariton, keluar kata-kata yang terpilih, kalimat yang sederhana namun mudah difahami. Sebagaimana tulisannya, kata-kata yang keluar dari bibinya pun punya daya gugah kuat kepada para pendengarnya.
Secara pribadi, cukup lama saya penasaran apa yang membuat seseorang dapat memiliki daya gugah kuat pada kata maupun tulisannya.
Dari sekian banyak buku yang saya baca dan tokoh yang saya dengarkan kata-katanya, tidak banyak yang memiliki kekuatan untuk menggerakan. Kekuatan daya gugah itu. Kebanyakannya hanya sampai pada batas kemampuan memberi pemahaman dan pengertian. Lebih banyaknya lagi bahkan tak mampu menembus logika dan tak menarik perhatian. Menjadi sampah kertas dan polusi kata-kata.
Setelah pencarian cukup lama, saya dapat menyimpulkan bahwa mereka yang dikaruniai mujizat daya gugah ini adalah mereka yang utuh, yang satunya kata (atau tulisan) dengan perbuatan. Mereka yang menjalankan apa yang dikatakannya dan mengatakan apa yang di jalankannya. Bahasa orang modern adalah mereka yang “walk the talk”.
Untuk kasus Dr. Covey, “He had complete integrity. There was no gap between what he said and what he did”, kata putra-putrinya.
Cukuplah itu sebagai bukti mengapa kata dan tulisannya demikian powerful.
*******************
Menjadi ayah sembilang orang anak dan kakek dari 52 orang cucu bukanlah sebuah peran yang mudah. Bahkan untuk mereka yang tidak terlalu sibuk. Bagi kita, itu mungkin hikayat yang pernah kita dengar terjadi di zaman Ayah dan Kakek kita. Di zaman segala jenis asuransi ini, siapa tahan punya begitu banyak resiko?
Menjadi lebih tidak mudah, ketika anda adalah seorang penulis terkenal, pembicara publik dan konsultan ternama serta pemimpin perusahaan yang mempunyai cabang di 149 negara, yang dalam seminggu bisa terbang ke tujuh negara yang berbeda.
Tetapi untuk perannya itu, Stephen R Covey pernah mendapatkan penghargaan National Fatherhood Award, sebuah penghargaan di Amerika untuk para ayah yang dapat mengemban perannya dengan amat baik. Bagi Covey, penghargaan itu dianggapnya sebagai penghargaan paling berharga dari semua penghargaan yang pernah diraihnya.
Karena lagi-lagi, baginya, keluarga adalah segalanya. Lebih dari kerja dan perusahaannya.
Meski dia seorang Mormon –aliran di dalam Kristen yang membenarkan para lelaki untuk memiliki istri lebih dari satu—cintanya tetap untuk Sandra, wanita yang dinikahinya hampir 50 tahun lalu. Wanita perkasa yang memberinya sembilan orang putra-putri. Yang siang hari, di bulan Juli yang panas itu, melepas kepergiannya dengan duka yang amat mendalam.