NGERI-NGERI SEDAP DUNIA DIGITAL

Sewaktu cek-in di counter Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta,  ternyata lebih dari 90% kursi sudah terisi. Padahal kami datang 2 jam sebelum waktu terbang.   Kursi-kursi favorit dekat jendela dan di lorong semua sudah fully book.  Kami bertiga akhirnya duduk di kursi-kursi tengah dan terpisah satu sama lain, diapit oleh orang-orang asing .  Terbayang kami akan mati angin dalam penerbangan panjang itu.

 “Sekarang rata-rata sudah (melalui) online cek-in, Pak”, kata petugas counter menjelaskan. “Yang cek-in melalui counter ini udah makin langka, tinggal orang kaya Bapak ini ..”, kata petugas pria setengah baya itu sambil menahan senyum.  Saya merasa Bapak ini seolah sedang melihat Dinosaurus. 

Tetapi senyum itu tiba-tiba hilang, dan dia berbisik penuh kemasygulan. Mukanya tiba-tiba serius; “tapi jangan ikut-ikutan online cek-in ya Pak. Kalo semua online, nanti kami kerja apa..?”  Ahh…kemenangan memang manis…

Dari sekian banyak counter di terminal baru yang megah itu, memang 2 atau 3 saja yang buka. Sisanya kosong.  Di counter yang buka itupun tidak terlihat antrian panjang penumpang.  Hanya satu-dua saja.

Selamat datang di dunia digital. Dunia dimana mesin dan teknologi akan lebih banyak menggantikan peran manusia.

Dan mesin tak pernah ingkar janji, melakukannya dengan lebih cepat, praktis, efisien ngga pake repot.

Hari-hari ini, kita menyaksikan pengguna jalan tol harus antri lebih panjang kalo mau bayar pake uang tunai dibanding bayar pakai uang digital alias uang elektronik .  Anda akan membayar lebih murah transaksi Go-Jek atau Go Food  menggunakan Go Pay daripada pake uang tunai. Membeli barang lewat online jauh lebih murah dan efisien daripada anda pergi ke toko-toko atau warung konvensional. Dan seterusnya.

Ini dunia baru yang menggairahkan sekaligus membingungkan.  Menggairahkan karena kita akan masuk ke sebuah era baru yang berbeda yang menjanjikan kemajuan dan efisiensi .  Membingungkan –bahkan buat sebagian, sepeti bapak penjaga counter Garuda itu, agak mencemaskan—karena akan ada dampak-dampak yang bukan tidak mungkin menyenggol kepentingan dasar anda. Boleh jadi yang kena senggol itu adalah periuk nasi anda.

Dan itu sudah terjadi.

Lihatlah, sudah berapa banyak mall dan pusat perbelanjaan yang tutup karena tidak mampu bersaing dalam dunia digital ini.  Beberapa toko ritel sudah mengumumkan menyerah dan mengibarkan bendera putih. Yang paling tragis adalah kasus Seven Eleven (Sevel), tempat nongkrong anak-anak kekinian yang baru saja beberapa tahun lalu dipuja-puji karena terobosan bisnis modelnya. 

Di belakang Sevel, ada Matahari, Ramayana, dan peritel-peritel yang mulai  menutup satu demi satu cabangnya. Di belakang mereka, ada ratusan bahkan mungkin ribuan toko, ruko,  yang sudah lama memasang pengumuman “DIJUAL” atau “DISEWAKAN”.

Jauh sebelum itu, sudah banyak korban bergelimpangan di medan pertempuran digital ini.  Beberapa diantaranya adalah pemain-pemain raksasa yang terkenal  seperti Kodak, Nokia dan BlackBerry.  Dalam kasus Nokia, Stephen Elop Sang CEO suatu kali berujar penuh galau sebelum perusahaannya diakusisi Microsoft; “ kami tidak melakukan kesalahan apapun, tiba-tiba kami kalah dan punah”.    

Dunia perbankan sudah lama mengurangi pelan-pelan pekerjaan –pekerjaan back office. Kalau tidak dikonsolidasi (kata lain dikurangi jumlah karyawannya) ya diotomasi, diganti oleh mesin.  Dalam beberapa tahun ke depan, bahkan menurut para banker, akan ada 30 persen pekerjaan di dunia perbankan yang akan hilang, karena akan digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Dunia transportasi sedang bersiap-siap untuk menyambut moda transportasi tanpa supir (driver less). Uber, salah satu pioneer dunia digital, sudah menguji coba terobosan ini. Bahkan Uber tidak memiliki asset berupa mobil yang dia sewakan. Dia hanya menyediakan aplikasi digital, dan perusahaan transportasi tradisional (seperti perusahaan taksi), harus menggelepar-gelepar.

Siapa yang menciptakan ini semua? Manusia. Siapa yang paling mengambil untung dari ini semua? Manusia. Siapa yang paling menderita dari ini semua? Juga manusia.

DIMANA POSISI KITA?

Beberapa bulan terakhir saya mendampingi para manager dari perusahaan Telekomunikasi terbesar negeri ini untuk melakukan perubahan menjadi perusahaan Digital.  Mereka tidak akan banyak lagi menjual Pulsa dan Data, dua benda misterius yang selama ini menjadi tulang punggung penghasilan mereka. Kini, mereka akan menjual benda lebih misterius dan gaib lagi bernama barang Digital.

Mereka adalah para pemain garda depan di bisnis ini, para petarung yang bergulat di tengah arena permainan dan potensial keluar sebagai pemenang.  Karena mereka memiliki sumberdaya melimpah untuk itu.  Jaringan kabel atau nir-kabel yang membentang jauh sampai ke pedalaman-pedalaman,  sumber daya manusia unggul yang mendapatkan pelatihan dan pendidikan terbaik, sumber dana tak terbatas dari investor kakap mereka, dan lain sebagainya.

Meski begitu, beberapa orang diantara mereka mengakui bahwa mereka sudah lelah mengikuti irama permainan super cepat dan spartan dalam bisnis ini.  Mereka mulai berfikir untuk menepi, menjadi hanya penonton atau pengamat saja. Akibatnya mereka mulai berfikir untuk banter setir dan pindah haluan. Karena perubahan ke bisnis digital di perusahaan mereka bukan lagi sebuah pilihan melainkan sebuah keharusan jika ingin bertahan.

Gegap gempita dunia digital yang luar biasa ini memang menarik untuk dicermati, tetapi tentukan dulu posisi anda dimana dalam permainan ini, supaya anda tidak terlalu menghabiskan energi di dalamnya.

Ini siklus biasa saja dalam dunia ini.  This old world keeps turning and we are here sit and wonder, kata sebuah pepatah.  At the end, what we’re really learning,  beibeh...

Perubahan dalam dunia digital ini sama saja dengan perubahan sejak zaman mesin uap di temukan oleh James Watt yang menjadi awal dari revolusi industri dulu. Tidak berbeda dengan perubahan status anda dari seorang bujangan menjadi seorang suami atau istri, kemudian menjadi orang tua.  Selalu kita alami setiap saat, seperti perubahan jadwal meeting atau perubahan kebijakan setiap kali ganti pimpinan.

Kata kuncinya sama, sesuaikan saja cara anda berfikir, berdasarkan posisi atau visi yang anda pilih.

Kalau anda dalam posisi PEMAIN, ya anda harus bekerja keras dan cerdas untuk menjadi pemenang.  Menjadi  yang tercepat, terlincah, terbaik dan ter..ter.. ter… yang lain yang dibutuhkan di arena kompetisi ini. Kalo tidak, ya mungkin anda juga harus menyesuaikan diri untuk main di liga kelas dua, kelas tiga atau kelas jauh.  

Kalau anda cuma PENONTON, ya nikmati aja permainan ini.  Deg-degan sendiri, ribut sendiri, ketakukan sendiri, kegirangan sendiri, maki-maki atau puja-puji di medsos di time line sendiri, di like sendiri dan dinikmati sendiri di kamar mandi.  Tidak ada pengaruhnya apapun terhadap arena permainan, apalagi untuk hidup dan kehidupan.

Kalau anda PENGAMAT, ya nikmati saja. Tulis analisis anda. Jangan terlalu baper seolah orang-orang akan mengikuti cara pandang atau analisis anda. Menjadi pengamat tidak ada bedanya dengan menjadi  penonton, cuma dia bisa menulis dan berbicara dengan standar EYD agak mendingan.

Kalau anda ORANG LALU LALANG DI LUAR ARENA, kenapa harus peduli dengan ini semua? Toh  mbok-mbok tukang jamu, kuli bangunan, tukang sayur, pemulung dan buaanyak sekali manusia lain tetap percaya bahwa rejeki sudah ada yang ngatur.  Why bother?

Tugas mereka hanya berusaha …and let’s God do the rest.  Mereka baik-baik saja bersama keluarga mereka dalam dunia seperti apapun.

Tangerang, September 2017

Leave a Reply

Your email address will not be published.