Keberanian (courage) adalah salah satu kompetensi kepemimpinan yang paling sering dan paling lama dibahas. Sejak zaman Aristoteles mengungkapkan bahwa “Keberanian adalah kebajikan yang pertama dan utama yang membuat kebajikan lainnya dimungkinkan…”
Tanpa keberanian memang tidak akan ada kepemimpinan. Karena sejatinya menjadi pemimpin adalah mengambil resiko yang orang lain hindari, mengambil jalan yang orang lain tidak lewati, dan melakukan sesuatu di luar kebiasaan dan kewajaran bukan hanya untuk dirinya sendiri.
Apa namanya kalo bukan keberanian yang menjadi modal pertama dan utama?
Anak muda difabel berkursi roda, hilang kedua kakinya, dengan gagah berani maju melawan serdadu bersenjata lengkap yang menyerbu kampung dan tanah kelahirannya, hanya dengan melempari batu.
Dia yang bahkan tidak mampu menggerakan sendiri kursi rodanya itu akhirnya gugur setelah kepalanya di tembus peluru panas para serdadu. Ketika malaikat maut menjemputnya dari medan pertempuran tak seimbang itu, kedua tangannya tetap berusaha mengibarkan bendera Palestina, tanah air yang dibelanya sampai titik darah penghabisan.
Nama anak muda itu Ibrahim Abu Thuraya. Video tentang keberanian anak muda ini kadung menjadi viral beberapa waktu lalu, di tengah kembali panasnya isu Palestina – Israel.
*********
Kalimat yang menjadi judul dari tulisan ini sejatinya dipopulerkan diantaranya oleh Handry Satriago, sang CEO General Electric Indonesia yang juga seorang difabel berkursi roda. Handry menemukan bahwa kualitas yang mengantarkan dia pada pencapaian karirnya di dunia ini adalah karena “perlawanannya” terhadap diri sendiri. Utamanya terhadap ketakutannya sebagai seorang yang tak sempurna secara fisik.
Dalam pencarian saya, inilah salah satu definisi yang paling heroik tentang kepemimpinan. Dan memang begitulah adanya.
Dulu sekali mendiang John F. Kennedy, mantan Presiden Amerika termuda menulis sebuah buku tentang para pemimpin heroik yang pernah ada dan diberi judul “Profiles in Courage”. Tanpa ragu Dia menyebutkan bahwa kualitas pertama yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin adalah “Keberanian” (Courage). Dengan itu mereka melakukan “perlawanan” dengan cara dan gayanya masing-masing.
Karena hanya keberanianlah yang akan membuat perbedaan. Hanya para pemberani yang akan keluar dari zona nyaman dan menantang status quo.
Ketika semua orang tertidur pulas, hanya para pemberani yang mau melawan tarikan alam dan membuka matanya di tengah malam atau pagi buta, menguatkan rencana, mempelajari ide dan segala kemungkinan atau melangitkan doa.
Hanya para pemberani yang mau bangkit dan melipat selimut kekhawatiran atau kegalauan untuk melangkah seraya mengenyahkan setan pembawa energi negatif, baik dalam bentuk jin dan manusia.
Hanya para pemberani yang mau mengambil jalan berbeda, jalan yang tidak ditempuh oleh banyak orang. Memasuki dunia ketidakpastian di kedalaman hutan, ketinggian puncak gunung, ganasnya lautan atau bahkan carut-marutnya dunia ekonomi-sosial-politik, ketika banyak orang memilih untuk mengambil jalan-jalan aman yang tak beresiko.
Adalah para pemberani juga yang merubah wajah dunia, menawarkan sesuatu yang pada mulanya di cemooh, dinyinyiri, di persekusi karena anti-mainstream, tetapi kemudian diikuti berbondong-bondong setelah melihat hasilnya di kemudian hari.
Tak jarang para pemberani itu terpaksa harus menebusnya dengan jiwa mereka sendiri. Seperti Kennedy yang tewas di tembak oleh karena konspirasi menentang kebijakannya yang dianggap melawan pakem. Atau seperti Martin Luther King Jr yang dibunuh karena keberaniaannya melawan diskriminasi. Atau seperti banyak para pendahulu yang harus mengorbankan jiwa-raganya untuk memperjuangkan keyakinan yang melawan arus.
Apa yang membuat mereka berani? Mereka memiliki alasan (reason) yang kokoh. Alasan yang jauh melampaui dirinya. Yang lebih besar dari hanya sekedar saat ini dan disini.
Seorang Handry berani melawan ketakutannya sebagai difabel karena keyakinan akan hidup yang lebih baik yang tidak mungkin dia dapatkan jika dia takluk di hadapan rasa takut.
Kennedy, Martin Luther King, dan banyak profil-profil besar dalam sejarah lainnya itu memiliki alasan-alasan yang lebih besar dari dirinya yang mampu menggerakkan banyak sekali orang. Dan itulah yang menakutkan kemapanan. Tak heran mereka kemudian harus dibungkam.
*********
Di tanah Palestina, saya menemukan alasan besar yang menerbitkan keberanian dan perlawanan yang sesungguhnya di dunia modern ini. Itulah kitab maha besar tentang kepemimpinan yang belum tamat di tulis sejak dahulu. Mungkin sampai akhir zaman nanti.
Tentang sebuah bangsa yang hanya hidup dari kokohnya keyakinan. Bahwa mereka adalah pewaris sah dari tanah yang pernah dibebaskan Shalahuddin Al Ayyubi itu. Bahkan ketika seluruh dunia bersekongkol memusuhinya atau memalingkan wajah tak peduli padanya.
Tak kenal takut, seperti Ibrahim Abu Thuraya diatas, mereka melawan. Tak soal bahwa dia cacat. Tak soal bahwa itu peperangan tak seimbang. Tak soal akan menang atau mati berkalang tanah. Tak soal merdeka atau mati.
Mereka tahu yang dihadapi bukan sekedar buldozer penggusur rumah-rumah mereka, atau tentara-tentara buas perenggut kanak-kanak dan kaum wanita mereka. Melainkan sebuah kekuatan global yang disokong oleh “hantu-hantu adidaya” yang licik dan jahat penguasa bumi, serupa Voldemort di film Harry Potter, yang untuk menyebutkannya namanya saja orang sudah takut (you know who?).
Tetapi, tidak pernah ada perjuangan tanpa kemenangan bukan? Sepanjang apapun waktu yang dibutuhkan dan sebanyak apapun pengorbanan yang harus dipersembahkan.
Itu adalah janji yang pasti. Alasan diatas segala alasan, yang tidak mungkin salah. Bahwa kemenangan akan berpihak kepada mereka yang berada di jalan yang benar.
Berjuang melawan penjajah yang dzalim, licik dan serakah adalah jalan yang benar. Jalan yang harus ditempuh oleh siapapun dan bangsa apapun untuk sebuah kehormatan.
Jalan yang juga pernah di tempuh oleh bangsa Indonesia. Dan diabadikan dalam alasan sangat besar mengapa bangsa ini exist; yaitu bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan…”
21 Desember 2017