MESSI DAN EKOSISTEM PARA JOMBLO

Nasib Messi di perhelatan piala dunia ini seperti rengginang di kaleng Khong Guan sebulan setelah lebaran.

Loyo.

Di makan engga enak, ngga dimakan… ngga ada pilihan. Karena ekosistem hidangan lebaran lain telah lenyap menyisakan kaleng berwarna merah itu menonjol sendirian di atas meja.

Begitulah Messi yang masygul dan galau di tengah lapangan berlari-larian sendirian tak tentu arah. Di lihat-lihat kok kaya jomblo yang bingung mau ngajak jalan siapa di malam minggu. Tapi kalo ngga di liat, itu Lionel Messi cuy….sang pemain terbaik dunia 5 kali!

Padahal di Barcelona, Messi adalah nastar  yang selalu menjadi pilihan utama dan bisa dipastikan akan habis duluan. Messi  selalu bisa dipastikan mencetak gol, menjadi pembeda dan menjadi top skorer di akhir musim kompetisi.

Banyak orang menganalisis bahwa Messi di Argentina benar-benar menjadi Alien yang terisolasi, kehilangan “mesin”yang selama ini bekerja efektif yang menjadikan perannya demikian menonjol di level klub. Kalo di Barceloa itu adalah Inesta, Xavi dan Busquets.  Dia agak tertolong dengan penampilan Mascherano, ex kompatriotnya di Barcelona yang tahu benar bagaimana memperlakukan Messi agar keluar keistimewaannya.

Tetapi Argentina bukan Barcelona.  Itu negara yang sedari dulu sangat mendewakan figur.  Sejak zaman Mario Kempes, Maradona dan sekarang Messi. Makanya Messi selalu di banding-bandingkan dengan para seniornya itu karena belum kunjung memberikan hasil untuk negaranya. Meski prestasinya kinclong di klub.

Padahal kalau mau  jujur Messi menjadi seperti sekarang karena  “mesin” Barcelona. Messi memang figur istimewa tapi keistimewaanya keluar karena ada ekosistem yang mendukung dia. 

Messi di Barcelona seperti pohon duren yang berbuah manis dan legit oleh karena ada ekosistem dari sesama pohon duren lain yang saling melakukan penyerbukan dan komunikasi efektif lintas akar, atau semacamnya lah. Tetapi Messi di Argentina, khususnya di piala dunia kali ini, seperti pohon duren jomblo yang tumbuh sendirian.

Kepada pohon apa coba dia hendak curhat?

Messi di Barcelona memiliki formula Juara. Figur yang handal ditambah ekosistem yang bekerja efektif, jadilah dia kinclong. Ekosistem yang efektif disini adalah seperti segerombolan pohon duren yang tumbuh subur di tanah yang gembur  dan saling melalukan penyerbukan sesamanya.  Barcelona punya filosofi sepakbola yang baik, manajemen yang baik, dan kaderisasi pemain yang selalu baik.

Messi di Argentina seperti “para artis” yang kalah di Pilkada kemarin. Memiliki popularitas yang jadi modal penting untuk menang,  tapi tidak didukung dengan ekosistem yang baik dari partai pengusung atau tim suksesnya . Jadilah pohon duren yang harusnya berbuah manis dan legit itu merana sendirian di atas lapangan.  Dan akhirnya tersingkir.

Padahal kalo melihat tren sepakbola sekarang, khususnya di Piala Dunia, hampir semuanya membangun ekosistem permainan yang baik, khususnya pada negara-negara yang tidak memiliki figur sehebat Messi atau Christiano Ronaldo.

Sekarang level kemampuan negara-negara itu tipis-tipis aja. Tidak ada lagi bedanya permainan negara langganan Juara seperti Jerman, Italia, Brasil, dengan negara-negara seperti Kostarika, Tunisia atau Maroko, misalnya. Tipi-tipis saja.  Malah yang ada beberapa negara langganan juara itu ada juga yang tidak lolos ke putaran Piala Dunia (Nasibmu Itali…)

Artinya faktor pembeda sekarang adalah padunya permainan semua lini dari depan sampai ke belakang. Bukan cuma di atas lapangan, tetapi dari sejak di ruang ganti pemain, antara pemain, pelatih dan ofisial lain. Bukan cuma yang melibatkan mereka yang bertempur di gelanggang permainan saja, tetapi juga para pengambil kebijakan olahraga dan filosofi apa yang diusung oleh mereka serta bagaimana cara mereka bekerja mengelola olah raga (dan juga non olah raga) selama ini.

Karena itu semua adalah tadi itu, ekosistem.  Konsep yang pernah kita pelajari waktu belajar tentang kodok, ikan dan kolam di pelajaran Biologi dulu (anda pasti masih inget, kalo anda pas lagi ngga bolos waktu SMP…).

Kalau salah satunya hilang, akan berdampak pada performa anggota ekosistem yang lain.

Dalam sepakbola kah, pilkada kah atau urusan jodoh sekalipun, kayanya formula ini terbukti jempolan.

Figur penting. Tapi akan jadi lebih powerful kalo figur itu didukung dengan ekosistem yang mumpuni dan efektif.

Ekosistem bagus + Figur bagus = Juara.  Contohnya banyak. Barcelona atau Real Madrid kalo di Sepakbola.  Kalo di Pilkada…ahh..cari sendiri aja lah (malas saya). Kalo dalam konteks perjodohan, ini seperti seorang Nisa Sabyan yang suaranya bagus dan tampangnya bagus di tengah para pemuda keren yang lagi pada semangat hijrah.  Yang mau menghalalkan doi ngantrinya panjang beud…

Ekosistem bagus + Figur standar  = Hope. Paling minimal juara dua =D. Kalau dalam kasus para jomblo, ada harapan bertemu dengan sesama anggota komunitas lain yang juga udah lelah…

Ekosistem standar + Figur Bagus = Lionel Messi di Argentina.  Artis-artis yang kalah Pilkada karena partainya terlalu malas bekerja dan cuma mengandalkan daya tarik keartisannya doang.  Kalo dalam dunia jomblo, ini kaya cowo/cewe keren tapi kebanyakan eksis di media sosial dan di PHP-in terus sama dunia medsos.

Ekosistem standar + figur standar = Ahh…dunia emang kadang-kadang ngga adil. Banyak-banyak bersabar dan coba lagi. Siapa tau anda seberuntung Ibu Khofifah.

Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published.