BATU AKIK DAN PELARI KENYA

Anda pusing dengan harga-harga yang terus naik? Lelah dengan seribu satu persoalan kehidupan yang datang silih berganti?  Itu tandanya anda harus mulai melirik batu akik.

Ikutlah dalam perjamuan massal di hampir setiap mulut gang, tikungan dan perempatan jalan, mulailah berdiri sama tinggi dan jongkok sama rendah dengan si pedagang, nikmatilah keindahan yang ada di dalamnya: satu menu, yaitu batu, dengan ribuan cerita.

Sejatinyalah negara ini berhutang besar kepada batu akik. Di tengah kelesuan ekonomi nasional oleh karena nilai tukar rupiah yang lunglai, hukum yang tumpul dan pemimpin yang mandul,  maka batu akik menjadi penghiburan. Rakyat senang pemimpin tenang.

Inilah bentuk perayaan rakyat terhadap irasionalitas era baru.  Kalau pada zaman kakek kita dulu batu akik adalah alat untuk  menunjukan kuasa,  karena mitos dan legenda yang mengiringinya, maka di zaman twitter dan instagram ini batu akik adalah keindahan dan gaya hidup.  

Sama-sama sulit untuk dijelaskan logisnya. Tetapi tidak usah terlalu peduli dengan itu. Yang penting hepi.

Banyak keputusan manusia –apalagi keputusan untuk memilih dan membeli—di bangun oleh emosi daripada akal sehat.  Akal sehat kadang hanya kita gunakan sebagai stempel saja, setelah keinginan untuk memilih dan membeli yang emosional –bahkan dalam banyak kasus bisa jadi idiologis dan spiritual—sudah menguasai diri. Tidak jarang akal sehat kita kalahkan.

Adalah perbuatan sia-sia belaka –misalnya –meyakinkan istri yang sedang “kasmaran” dengan tas atau sepatu model baru, hanya dengan argumen kalkulasi matematis untung rugi, pentingnya menabung untuk masa depan dan sejenisnya khas argumen para laki-laki. Ketika itu, dia sudah dalam posisi dimana semua benda di dalam rumah; kulkas, panci, ember dan centong terlihat seperti tas dan sepatu model baru yang dia incar itu. Sementara argumen anda hanya akan seperti membangunkan macan tidur.

Kalau sudah begitu, anda mesti banyak-banyak tawakal dan berdoa lebih panjang.

Apalagi meyakinkan orang yang sudah pada keyakinan menyerupai aqidah tentang sosok pilihannya, dan sebaliknya memberikan stigma dan kampanye negatif terhadap sosok yang tidak dipilihnya, padahal keyakinan itu sampai kepada dirinya lebih karena tekanan situasi dan lingkungan daripada pemahaman yang utuh dan mendalam.  Dialog antar iman sekalipun sepertinya tidak cukup untuk menyembuhkan situasi itu.

Kembali ke soal batu akik tadi, buat saya benda ini sangat spesial. Bukan karena soal mitos dan legenda atau nilainya yang abstrak. Tetapi betul-betul fungsional.

Sewaktu masih kanak-kanak, saya pernah mengkriminalisasi dua makhluk Tuhan;  mengganggu sarang tawon di pohon belimbing dan membongkar sarang ikan lele di sawah balong.  Mereka melakukan perlawanan balik, tawon mendaratkan kecupannya di kepala saya dan lele menempelkan salam patilnya di jari telunjuk.  Akibatnya, kepala saya nyut-nyutan dan jari saya bengkak.  Sakit bukan kepalang.

Tetangga nenek saya dikampung ketika itu memiliki batu akik warna hitam ukuran cukup besar. Entah kenapa, begitu batu akik itu ditempelkan ke kepala dan jari saya, seperti ada energi yang menyedot rasa sakit itu sehingga perlahan-lahan  hilang dan sirna sama sekali.  Otak kanak-kanak saya ketika itu tidak mampu memahami apa rahasia dibalik resep mujarab batu akik itu. Saya cuma percaya bahwa batu akik itu bertuah, seperti kata orang-orang ketika itu.

Tetapi belakangan saya mulai faham, batu itu memang bertuah, tetapi bukan dalam artian mistis. 

Batu akik itu sama saja dengan pelari-pelari dari Kenya yang sekarang banyak merajai lomba marathon di berbagai ajang di seluruh penjuru bumi. Bahkan di ajang lomba lari jarak jauh di Indonesia, pelari-pelari Kenya yang ramping seperti Cheetah itu mendominasi.  Apakah mereka menggunakan jampi-jampi magis seperti voodoo atau memang terlahir dengan bakat sebagai jawara lari marathon?

Sampai hari ini masih terjadi perdebatan di kalangan para ahli tentang kenapa orang-orang dari sub-sahara Afrika itu demikian spartan dan tangguh dalam ajang marathon. Sama dengan spartan dan tangguh-nya orang Indonesia kebanyakan dalam urusan joget dangdut.

Atribut fisik yang dikaruniakan Tuhan kepada orang Kenya + lingkungan alam yang mendukung  + kerja keras bertahun-tahun + fokus kepada kompetensi inti dalam membuat strategi prestasi = itulah yang membuat orang-orang Kenya sukses dalam ajang marathon.  Penjelasan detilnya bisa lebih panjang dari itu. Tidak tunggal.  Tetapi logis belaka.

Batu akik tadi juga begitu.

Kandungan komposit dan macam-macam mineral bawah tanah yang ada pada batu itulah yang menjadi rahasianya. Kandungan itu ditempa alam dalam proses  ribuan bahkan  jutaan tahun di kedalaman tanah atau di balik gunung. Ia menggumpal, mengeras dan menjadi konsentrat.

Ketika dia dibongkar dan digosok manusia, bentuknya tetaplah batu. Tetapi kandungan konsentrat yang terbentuk di dalam batu itu sangat boleh jadi yang menyedot racun lebah dan lele yang masuk ke tubuh saya. Sebagaimana juga tanah di permukaan yang konon bisa menjadi penawar racun atau pemurni air, apatah lagi unsur-unsur mineral alam yang terletak jauh di dalam tanah.  

Yang menarik dicermati, proses penggumpalan mineral dan komposit, pengerasan dan kemudian membatu itu terjadi  pada sebuah tempat yang tidak pernah orang duga dan tahu. Dia tersembunyi, sebagaimana banyak proses tumbuh dan kembang di alam ini yang kita juga tidak tahu.  Dan mungkin tidak akan pernah tahu.  Proses itu mungkin hanya pernah dikunjungi oleh pikiran-pikiran para ilmuwan geologi yang tidak semua orang bisa mengerti.

Tetapi pasti semua dalam kawalan dan perawatanTuhan, untuk satu maksud yang boleh jadi hanya Tuhan yang tahu.

Proses sangat panjang yang kita tidak tahu itulah yang kemudian membuat batu itu “bertuah” dan indah. Pada sebuah zaman kesederhanaan berfikir di masa lalu, batu-batu itu disimpulkan –secara sederhana—memiliki kekuatan mistis.

Di zaman internet ini, semestinya kita bisa melihat fenomena batu ini dengan cara yang berbeda.  Tetapi pelajarannya sebetulnya tetap sederhana.

Batu yang bagus, indah dan “bertuah” , dibentuk dalam sebuah proses yang tidak instan.  Dia ditempa alam; oleh hujan, panas dan badai. Pada sebuah tempat yang kadang kita tidak tahu dan tidak pernah keliatan. 

Proses tumbuh dan kembangnya menjadi batu yang indah hanya dia dan Tuhan yang tahu. Dia tidak pernah berniat untuk diketahui dan ditemukan. Tetapi sebetulnya dia ada, dicari dan diperebutkan banyak orang. Oleh karena itu biasanya berharga mahal.

Begitu dia ditemukan, tidak sulit untuk mengeluarkan tuah dan keindahannya.  Digosok sebentar langsung bersinar. 

Sama dengan pelari-pelari tangguh Kenya.

Satu diantara elemen penting yang membantu prestasi pelari Kenya adalah  kontur alam ideal di sub sahara Afrika, dimana nenek moyang orang Kenya dahulu menjalani ritual kehidupan sehari-hari dengan berjalan kaki atau berlari melintasi area yang panas, turun-naik,  dengan udara yang tipis. Proses panjang tersebut kemudian membentuk struktur  tulang dan paru-paru orang-orang Kenya masa lalu yang kemudian di wariskan kepada generasi-generasi masa kini secara genetis.

Struktur itu rupanya, di masa sekarang, menjadi ideal untuk kebutuhan berlari jarak jauh. Sehingga konon, dalam sebuah penelitian di Eropa, para pelari amatir di sebuah sekolah menengah Kenya dapat dengan mudah mengalahkan para pelari profesional Eropa yang sudah di training dan di latih secara khusus.

Bonus genetis tersebut,  ketika dipoles dan digosok sedikit dengan sistem pelatihan yang baik dan terstuktur, tentu akan akan memunculkan tuah dan keindahan prestasi kualitas dunia.

Jadi,  untuk menjadi pribadi yang  indah dan bertuah, ada proses sangat panjang yang harus dilewati. Tidak pernah ada cara instan, kecuali melewatinya dengan keikhlasan, kesyukuran dan kesabaran.  Sambil terus mengumpulkan “komposit dan mineral” terbaik dari kehidupan sekelilingnya, digumpalkan ke dalam dirinya dan menjadi batu keras nan kokoh bernama “karakter”. 

Prosesnya –sebagaimana batu dan juga orang-orang Kenya di masa lalu—membosankan, kesepian, tidak diketahui dan dipedulikan orang.

Batu di tempa di bawah tanah atau di balik gunung, sementara orang Kenya berkeringat di tengah sengatan matahari gurun,  kontur yang ekstrem, dan udara tipis, di tempat yang orang tidak tahu dan tidak duga.

Prosesnya hanya dia dan Tuhan yang tahu. Niatnya tidak untuk ditemukan. Temannya adalah kesabaran dan keikhlasan. 

Ketika mereka ditemukan oleh nasib, tinggal dipoles sedikit maka keluarlah indah dan tuahnya.

Tetapi saya kira batu paling indah dan pelari paling tangguh Kenya belum ditemukan. Dan mungkin tidak akan pernah ditemukan. Mereka tetap tersembunyi dalam kawalan dan perawatan Tuhan.

Beruntunglah mereka-mereka yang tidak pernah ditemukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.