Apa yang paling penting dalam hidup anda?
Kalau pertanyaan itu ditanyakan kepada Bang Bahrul, jawabannya tegas dan mantap: Keluarga, terutama anaknya yang berjumlah 8 (delapan) orang. Bang Bahrul adalah supir Uber yang saya tumpangi minggu lalu. Berbadan kekar, kepala plontos, Janggut lebat, suara menggelegar. Kalau dia pakai kacamata hitam, dia akan sangat mirip dengan vokalis band heavymetal yang berjaya di tahun 90-an.
Tetapi hatinya lembut dan baik. Hati seorang lelaki penyayang. Tak heran anaknya lebih dari setengah lusin.
Dalam perjalanan menembus kemacetan dari Slipi ke Tangerang, Bang Bahrul menggelar kisah hidupnya. Seperti biasa saya menjadi pendengar yang budiman.
Setelah memutuskan keluar dari kantornya, hidupnya kocar-kacir. Dia yang biasa hidup penuh kepastian dengan gaji setiap bulan, seperti orang panik dan ketakutan menghadapi ketidakpastian masa depan. Mudah di duga, uang pesangon tidak seberapa yang terima sebagai kompensasi pengabdiannya selama puluhan tahun, habis pelan-pelan, entah di konsumsi maupun di investasikan atas nama rasa takut dan panik tadi.
Pesangon melayang, tabungan melayang, bahkan rumah tempat berlindung istri dan 8 orang anaknya itupun ikut melayang, dijual untuk menutupi biaya hidup. Kini dia menumpang di rumah mertuanya, sambil menata pelan-pelan hidupnya yang kocar-kacir tadi.
Dia merasa sangat bersalah terhadap istri dan anak-anaknya. “Dulu, saya terlalu egois dalam mengambil keputusan, tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap anak dan istri saya”, katanya sambil matanya tetap melihat lurus ke depan.
“Sekarang, anak-anak saya adalah Raja saya dan saya adalah budaknya”, katanya. “Hidup saya boleh kocar-kacir, tetapi anak-anak saya tidak boleh kocar-kacir. Mereka harus merasakah kehidupan normal sebagaimana anak-anak yang lain; bisa tertawa, bermain, belajar, jalan-jalan tanpa harus memikirkan dan merasakan kesulitan. Biar saya saja yang menanggungnya”.
LIMA HAL
Jawaban Bang Bahrul diatas boleh jadi jawaban sebagian besar orang Indonesia ketika di “Apa yang paling penting dalam hidup anda?”. Terutama untuk mereka yang sudah berkeluarga dan punya anak. Kalau jawaban anak-anak muda yang masih lajang, yang paling penting dalam hidup mereka mungkin karir dan pekerjaan. Mungkin juga pertemanan, persahabatan dan petualangan, didalamnya termasuk petualangan romansa.
Tetapi kata Dr. Marshall Goldsmith, seorang guru leadership dan manajemen papan atas, orang tidak akan jauh-jauh dari 5 (Lima) hal berikut ketika ditanya tentang apa yang paling penting dalam hidup; yaitu Kesehatan (Health), Kekayaan (Wealth), Hubungan-hubungan (Relationships), Kebahagiaan (Happiness) dan Makna (Meaning).
Prosesnya boleh jadi yang satu mendahului yang lain, seperti kesehatan adalah yang pertama dan utama sebelum kekayaan dan kebahagiaan. Tetapi seiring dengan waktu, 3 yang terakhir itulah yang akan menentukan seberapa berkualitas hidup seseorang.
Bagaimana menjelaskan fenomena bunuh diri di kalangan orang-orang terkenal, seperti yang baru-baru ini terjadi terhadap Aktor Robin Williams dan vokalis Linkin Park Chester Benningten? Serta banyak lagi orang beken dan terkenal lain?
Rasanya mereka orang-orang yang tidak bermasalah dengan kesehatan dan Kekayaan. Dua isu itu terlalu “cetek” untuk dijadikan alasan mengakhiri hidup dalam kasus orang-orang itu. Meski kita juga tidak menutup mata –dalam kasus negara ajaib seperti Indonesia—ada orang yang tega mengakhiri hidupnya karena urusan uang seribu-dua ribu perak.
Kesehatan dan Kekayaan itu soal dimana kita jangan sampai kalah. Menang tidak terlalu penting disini.
Urusan kita dengan kesehatan “hanyalah” menjaga kita tetap fit dan bugar dalam menjalankan misi-misi kehidupan, terutama mengelola penuaan dan penurunan kondisi fisik dari waktu ke waktu, di tengah dunia yang terus berubah dengan cepat.
Sedangkan dengan Kekayaan, bukan soal menumpuk harta, melainkan soal bagaimana menjalani kehidupan secara layak untuk misi yang kita emban, yang tidak akan membuat repot kita nantinya. Dan pada akhirnya tentang menjadi “tangan yang selalu diatas”.
Urusan kita yang sesungguhnya adalah dengan tiga yang terakhir, yang sialnya satu dengan yang lain saling berkaitan. Hubungan-hubungan (Relationships) kita dengan orang-orang tertentu akan menjadi sumber kebahagiaan (Happiness) kita, dimana kita juga menemukan makna dan alasan (Meaning) untuk apa kita hidup.
Manusia banyak yang rela “menderita” untuk mendapatkan dua yang terakhir, Kebahagiaan dan Makna hidup. Tidak sedikit yang tersesat jalan ketika mencari keduanya. Mereka mencarinya ke tengah rimba belantara, ke pulau terpencil atau bahkan ke tempat-tempat dimana tidak ada kehidupan sama sekali. Seolah disana dia bisa menemukan keduanya.
Padahal yang dilakukan Adam ketika pertama kali diturunkan ke Bumi bukanlah mencari spot-spot instagrammable atau menikmati indahnya rumah baru bernama bumi yang tak berpenghuni, tetapi mencari the better half-nya, yaitu Hawa. Demikian pula sebaliknya Hawa terhadap Adam. Mereka sudah tahu dari zaman jebot bahwa happiness is only real when shared.
Artinya, tidak ada kebahagiaan tanpa sebuah hubungan dengan orang-orang terdekat, yang sehat, positif, saling menghargai dan mendukung apa adanya. Seraya menghormati dan bertoleransi seluas-luasnya atas sejuta satu perbedaan.
Inilah barangkali makna dari ungkapan bahwa “happiness is always knocking in your door; you just gotta let it in”. Kebahagiaan mengetuk dari orang-orang terdekat kita, suami/ istri, anak, orang tua, karib-kerabat, sahabat, rekan kerja, komunitas, dan lain sebagainya.
Kita kadang terlalu rumit untuk melihat sesuatu yang ada di depan mata, padahal sesuatu yang di depan mata itulah sesungguhnya benih dan sumber kebahagiaan kita. Dan malah asyik teralihkan dengan sesuatu yang entah dimana, entah siapa dan entah apa. Hanya semata-mata yang di depan mata itu terlalu biasa dan normal.
Life is only between “B” (Birth) to” D” (Death). But what is between “B” and “D”? It’s a “C”. What is a “C”?. It is a Choice.
Kehidupan memberikan kita pilihan-pilihan untuk dinikmati yang pada akhirnya akan menentukan sesuatu yang paling penting, yaitu kebahagiaan dan makna hidup.
Sore itu saya mendapatkan pelajaran penting dari Bang Bahrul. Keluarga adalah pilihan kebahagiaan dan makna hidup yang tak lekang oleh waktu.
Wallaahu A’lam.
Tangerang, Oktober 2017